Minggu, 19 Mei 2019

Bagaimana Bisa Agama Kehilangan Akhlak


Tertangkapnya anak muda yang mengancam akan memenggal kepala presiden RI menambah daftar dampak absennya budi pekerti dalam pendidikan kita. Juga semakin mendesaknya pelajaran budi pekerti agar dihadirkan kembali di rumah dan di kelas, sejak dini.
Selain itu, perilaku anak muda itu juga menunjukkan absennya akhlak dalam agama. Padahal akhlak tak bisa dipisahkan dari agama. Meski pada kenyataannya, banyak muncul orang yang beragama tapi tidak berakhlak – padahal bergelar ustadz dan ulama.
Padahal, produk akhir dari agama adalah akhlak – Umat Islam menyebutnya “Akhlakul Kharimah” yang artinya “Akhlak yang Mulia” – tercermin dalam kata kata, penampilan dan perilaku, sebagai menjadi modal pergaulan dengan orang lain dengan umat lain.
Anda shalat, puasa dan berhaji itu hak dan kewajiban pribadi Anda kepada Allah SWT. Urusan pribadi Anda – urusan kamar Anda. Habluminallah.
Tapi bersopan santun menjaga lidah, penampilan dan menata perilaku adalah kewajiban kepada sesama. Habluminanas.
Sebagaimana undang undang, perda, dan aturan publik umumnya, berlaku untuk semua orang; apa pun agama, suku dan budaya anda, wajib untuk taat aturan lalu lintas. Budi pekerti demikian halnya.
Sudah lama Indonesia kehilangan pendidikan budi pekerti. Para agamawan dan tokoh tokoh politik merasa pendidikan agama mencukupi. Tapi ternyata tidak!
Munculnya anak anak muda yang menghina aparat, tokoh yang dihormati dan kepala negara adalah contohnya.Sebaliknya, agama malah memproduksi radikalisme dan sikap intoleransi. Penerapan dan tafsir agama yang keliru melahirkan aksi aksi persikusi, anarkisme dan perilaku destruktif. Juga terorisme dan tindakan keji dengan mengatas-namakan ayat suci.
Simbol simbol agama digunakan untuk mencaci maki, mengintimidasi, menista, memeras, menindas umat dan golongan lain dan merugikan kepentingan umum.
Agama secara masif, sistemik dan terstruktur juga telah melepas akar budaya pengikutnya. Orang orang Jawa mulai kehilangan keJawaannya, orang Indonesia kehilangan keIndonesiaannya; mereka menjadi robot bahkan zombie agama serta antek budaya asing.
BUDI PEKERTI
secara konsepsional adalah budi yang “dipekertikan”; dilaksanakan dan diaktualisasikan, dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan pribadi, sekolah, pergaulan di tengah masyarakat, bangsa, dan negara.
Budi pekerti merupakan suatu perilaku baik yang dilakukan melalui kebiasaan, – karena diajarkan sejak dini – agar berperilaku positif, santun sejak masa kecil sampai dewasa, melalui latihan-latihan, dalam cara berbicara, cara menyapa dan berpakaian, menghormati orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah, dan sebagainya.
Pendidikan budi pekerti – dalam jangka panjang – membentuk karakter generasi khususnya para remaja yang masih labil, di persimpangan jalan.
Pengembangan karakter anak tidak bisa mengandalkan bahan yang diberikan guru di sekolah, karena siswa di sekolah diajarkan ilmu kognitif. Padahal, dalam kehidupan bermasyarakat, kapasitas intelektual dan budi pekerti berguna membangun karakter bangsa.
Di negara maju, budi pekerja diajarkan dengan disiplin dan etika. Sportifitas. Sehingga meski mereka minim pengetahuan agama – bahkan tidak beragama sama sekali – seperti di negeri negeri sekuler dan komunis; mereka bisa luwes dalam pergaulan dan adaptif dengan siapa pun.
Sebaliknya, di negeri negeri yang kuat agamanya, justru menonjol sikap menang sendiri, merasa paling benar, terlindungi oleh ayat ayat, sehingga semena mena kepada pihak lain yang berseberangan pendapat. Mengkafirkan orang lain.
Dengan menanam budi pekerti, Anda tak perlu pamer pamer diri paling beragama – tapi mencaci maki, kasar dan tidak hormat pada aparat negara dan pelayan rakyat. Juga kepada pegawai minimarket.
Dalam kehidupan bermasyarakat, moral, etika serta disiplin jauh lebih penting dibanding agama.
Anda bergama dan tidak beragama itu urusan anda – taat dan tidak taat ibadah itu urusan anda. Tapi ketika Anda merusak fasilitas publik dan tidak taat aturan lingkungan dan lembaga negara dan masyarakat – Anda menjadi beban bagi orang orang di sekitar anda. Anda warga parasit.
Budi pekerti adalah pendidikan moral dan etika untuk semua kalangan semua suku semua agama tanpa kecuali.
Budi pekerti ialah perilaku kehidupan sehari-hari dalam bergaul, berkomunikasi, maupun berinteraksi antar sesama manusia maupun dengan penciptanya.
Budi pekerti yang kita miliki terdiri dari kebiasaan atau perangai, tabiat dan tingkah laku yang lahir disengaja tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan. Semangat yang dikandung dalam budi pekerti adalah hormat yang lebih tua, cinta sesama dan sayang pada yang lebih muda.
Pendidikan budi pekerti adalah sarana dan protokol untuk kehidupan bermasyarakat yang akan menjaga keharmonisan dan ketertiban. Juga disiplin.Budi pekerti bersifat non sektarian; berlaku untuk semua suku, agama dan budaya – yang disesuaikan dengan kondisi serta tata cara dan adat istiadat dari daerah yang bersangkutan.
Semua agama mengajarkan hormat pada yang lebih tua dan sopan – itulah budi pekerti. Dan itu non sektarian. Berlaku untuk semua suku, agama dan semua kalangan.
Menjaga adab adalah sebutan lain dari budi pekerti. Tata krama – unggah ungguh.Di mana pun Anda – dengan siapa pun Anda berbicara, jika mengungkapkan dengan kata kata sopan Anda akan disambut dan diterima.
Tapi menyampaikan ayat suci dengan menuding menuding, melotot lotot, dalam diksi kebencian, Anda akan mendapat perlawanan dan antipati. Kecuali di antara sesama pembeci.
Dan bukan agama jika mengajarkan kebencian dan membenci. Apalagi tindakan keji.
Demi agama – yang notabene datang dari negeri asing – mengancam kepala negara yaitu pemimpin bangsa sendiri – Demi membela Palestina, malah menista saudara sesama warga, mengintimidasi orang yang sedang bekerja.
Di mana akhlaknya? Siapa yang dulu mengajarkan agama kepadanya? ***
Dimas Supriyanto

Rabu, 01 Mei 2019

Seandainya Kita Hidup di Bawah Naungan Khilafah, Apa yang Akan Terjadi?


Dalam kontestasi wacana politik di Indonesia dewasa ini, gagasan khilafah tidak bisa diabaikan. Isu khilafah ini dinilai problematis, dan dipandang akan merongrong sistem politik Indonesia yang sedang berjalan. Salah satu pemain utamanya tentu organisasi ini: Hizbut Tahrir.
Secara harfiah arti organisasi ini adalah “Partai Pembebasan”. Dari namanya saja, ia lahir bukan sebagai organisasi sosial kemasyarakatan atau LSM yang memperjuangkan isu tertentu. Karena sejak awal menyatakan diri sebagai partai/hizib, saya kira agenda politiknya sudah tersusun.
Banyak negara telah melarang dan membubarkan organisasi pengusung agenda khilafah. Agaknya persoalan “khilafahisme” ini sudah merupakan isu global. Pemerintah Indonesia pun menyatakan Hizbut Tahrir, adalah organisasi terlarang melalui Perppu Ormas Nomor 2 tahun 2017 karena tidak sejalan dengan ideologi Pancasila, dan memiliki keinginan untuk mengubah dasar negara.
Anda bisa memposisikan diri sebagai kalangan yang pro atau kontra terhadap pembubaran HTI. Namun agaknya Hizbut Tahrir secara ideologis dan substantif belum hilang di Indonesia. Barangkali ia hanya bersalin rupa nama lembaga atau media.
Contoh, Anda bisa menemui buletin Jumat Kaffah yang kontennya serupa buletin Al Islam yang dahulu diterbitkan HTI. Mungkin tidak terlalu terang-terangan dengan menyeru “khilafah adalah solusi” seperti sebelumnya, dan yang diserukan adalah “menegakkan syariat  Islam”. Menurut mereka, syariat Islam toh tegak dengan adanya khilafah.
Kritik ideologis terhadap HTI saya kira sudah banyak dilakukan. Mulai dari kekeliruan membaca realitas sosial politik, kecacatan cara memahami sejarah, dan pemaksaan tafsiran teks agama yang berkesimpulan: khilafah adalah ketetapan Allah yang wajib, dan barangsiapa yang tidak mengambil hukum/aturan selain dari apa yang diturunkan Allah (kitab suci) maka mereka adalah orang-orang kafir — telah dikritik banyak kalangan.
Daripada mengritik, saya memilih sebuah jalan ninja dengan membayangkan “seandainya kita hidup di bawah naungan khilafah”. Saya kira akan menarik sekali berimajinasi dan berandai-andai seperti ini.
Untuk imajinasi dan pengandaian ini, penulis merujuk sumber para pejuang Hizbut Tahrir. Pendiri gerakan ini, Syekh Taqiyuddin An Nabhani, secara mengesankan telah meletakkan dasar ideologinya sampai pada taraf yang mungkin sudah cukup teknis.
Hal ini tergambar dari buku-buku yang jadi rujukan Hizbut Tahrir: mulai dari Mafahim Hizbut Tahrir, menjelaskan Hizbut Tahrir lahir merespon kegagalan modernisasi dan kapitalisme. Kemudian ada buku Ajhizah Daulat al Khilafah menjelaskan struktur kekhilafahan dan sistem pemerintahan, juga Ad Daulah al Islamiyah yang menjelaskan dasar hukum penegakan khilafah dan strukturnya. Sebagai pedoman bermasyarakat, Syekh An Nabhani juga merilis buku An Nizham al Ijtima’i fil Islamguna mengatur kehidupan warga negara dan interaksi umat muslim.
Bagaimana seandainya kita hidup di bawah naungan khilafah? Saya merujuk buku Ajhizah Daulat al Khilafah (diterjemahkan dengan Struktur Negara Khilafah) dan Ad Daulah al Islamiyah (diterjemahkan dengan Daulah Islam oleh HTI Press) agar pengandaian saya sejalan dengan pedoman yang dicita-citakan pejuang khilafah.
Anda tahu, dalam buku Daulah Islam, tertulis Rancangan Undang-Undang Dasar jika kekhilafahan telah tegak di muka bumi. Luar biasa. Kelak negara-negara Islam dan bersedia mengikuti sistem khilafah akan bersatu dalam satu kepemimpinan khalifah, yang tidak memiliki batas waktu akhir menjabat – kecuali meninggal, mengundurkan diri, atau dipandang tidak mampu oleh Mahkamah Mazhalim yang dilantik khalifah.
Seluruh negara yang menyetujui khilafah akan menjadi daerah setingkat provinsi, dipimpin oleh struktur Wali atau Amir. Hal ini agaknya ingin mengembalikan sebagaimana sistem pemerintahan era awal Islam di masa Khulafaur Rasyidin yang terpusat pada satu negeri saja. Sayangnya rancangan undang-undang itu tidak mencantumkan negeri pusat kekhalifahan akan didirikan.
Rancangan undang-undang negara Islam dalam buku Daulah Islam menyertakan 191 pasal, merentang mulai sistem negara, pemerintahan, para menteri dan gubernur, kehakiman, politik luar negeri dan dalam negeri, sampai sistem sosial dan ekonomi. Bukan main.
Syarat seorang khalifah adalah laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan. Perihal fit and proper test, konon akan diserahkan pada sistem Mahkamah Mazhalim dari pihak kehakiman dan pengawas pemerintahan, serta Majelis Umat yang mewakili rakyat di tiap-tiap wilayah.
Mencermati pasal per pasal tentu akan sangat melelahkan dan menjadi diskusi ideologis yang panjang. Namun saya menyoroti hal berikut.
Anda perlu membaca bagian sistem sosial. Sebagaimana disebutkan di atas, syarat khalifah dan pemimpin pemerintahan adalah pria. Perempuan tidak boleh memangku jabatan pemerintahan yang berkaitan dengan kekuasaan, seperti Khalifah, Gubernur, atau kedudukan setara menteri yang disebut mu’awin (pasal 116). Hukum asal perempuan, menurut RUU ini, cukup gamblang: hukum asal seorang perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga, dan merupakan kehormatan yang wajib dijaga(pasal 112).
Bagaimana menurut Anda? Saya kira, warga negara pria maupun perempuan tanpa hak politik yang setara, akan meniscayakan ketimpangan dan banyak persoalan pada perempuan.
Kemudian hak politik non-muslim. Pasal 26 RUU yang disusun Hizbut Tahrir ini menyebutkan tentang kalangan non-muslim tidak memiliki hak pilih. Peniadaan hak politik untuk non-muslim ini menggambarkan sikap tidak ramah terhadap liyan atau minoritas.. Hak politik, hemat saya adalah hak yang wajib diberikan secara konstitusional. Konflik akibat ketidakpuasan politik, terlebih dibalut sentimen agama, sangat mungkin terjadi.
Kemudian model Islam yang akan dipakai sebagai dasar negara. Kekhilafahan akan menjadikan akidah Islam sebagai dasar negara. Islam model apa yang akan digunakan? Keterangan dalam buku Daulah Islam, peran khalifah atas tegaknya syariah ialah sejalan dengan “hukum dan metode yang ia pakai untuk dirinya sehingga ia terikat dengan hukum syariat tersebut”.
Di masa lampau, harus diakui bahwa dinamika kajian Islam mengikuti resepsi pemerintah terhadap pemikiran ulama. Saat pemerintah berpihak pada satu kalangan, maka kalangan lain akan terdiskreditkan – bahkan, sampai dibasmi. Saya bayangkan kecenderungan ini akan pelan-pelan menyingkirkan keragaman Islam, dan mustahil kiranya memaksakan satu cara beragama atas warga negara.
Jika khilafah adalah bentuk romantisme masa lalu, saya kira banyak hal yang tidak tepat – bahkan, bisa berbahaya – jika berkaca dari pemahaman dan rencana dasar negara rekan-rekan pejuang khilafah ini, wa bil khusus Hizbut Tahrir. Apakah Hizbut Tahrir telah merevisi pedoman itu, saya belum tahu. Bagaimanapun, kesimpulan pengandaian di atas adalah: kondisi Indonesia saat ini tidak relevan dengan gagasan khilafah dan RUU yang termaktub dalam pedoman mereka.
Kenyataan jelas tidak sesederhana yang dibayangkan dan diperjuangkan rekan-rekan Hizbut Tahrir. Meski dengan berbagai kritik yang ada, proses reformasi dan demokrasi Indonesia saat ini harus banyak disyukuri. Nah, bagaimana menurut Anda seandainya jika kita hidup di bawah naungan khilafah?
Wallahu a’lam.
Muhammad Iqbal Syauqi. Islami.co

Sabtu, 13 April 2019

Forum Titik Temu, Upaya Menolak Ekslusivisme dan Kebencian Berlatar Agama


Apakah Indonesia bisa berkontribusi untuk perdamaian dunia? Pertanyaan ini yang membuat para ulama dan tokoh agama berkumpul di tengah makin menguatnya prasangka buruk, ujaran kebencian, intoleransi, dan kasus-kasus kekerasan berbasis agama di sejumlah negara. Apalagi, setelah pertemuan Imam Besar Al Azhar, Sayyed Ahmed al Thayeb dengan Pemimpin Gereja Katolik Dunia Paus Fransiskus pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi.
Pertemuan yang juga dihadiri sekitar 400 para pemimpin agama-agama di dunia, termasuk pakar tafsir Indonesia Prof Muhammad Quraish Shihab, ini menghasilkan “Dokumen Persaudaraan Manusia” yang menegaskan umat manusia di seluruh dunia agar senantiasa membina persahabatan, menjalin persaudaraan, saling menghormati dan tidak mempolitisasi agama untuk kepentingan politik praktis sehingga memecah belah persaudaraan seluruh umat manusia, sebangsa dan setanah air.
“Keyakinan bahwa ajaran asli agama-agama mendorong manusia untuk hidup bersama dengan damai, menghargai kemanusiaan, dan menghidupkan kembali kebijaksanaan, keadilan, dan cinta kasih,” tutur salah satu bunyi pesan itu. (baca: isi dokumen Persaudaraan Insani antara Imam Besar Al Azhar dan Paus)
Langkah kemanusiaan ini tentu saja bukan hanya tanggung jawab satu umat atau satu negara, tetapi kerja bersama semua umat manusia di dunia ini, termasuk Indonesia.  Dalam usaha meneruskan seruan ini dan demi mengingatkan penguatan toleransi dan mencegah peningkatan eskalasi kebencian dan permusuhan yang memang sedang menaungi dunia saat ini.
Para ulama dan pimpinan antar umat agama di Indonesia pun resah dan membuat forum guna terus memperkuat persaudaran dan perdamaian. Forum ini juga hendak mengajak seluruh umat manusia apa pun latar belakangnya mengecam segala bentuk teror, kekerasan, baik fisik maupun verbal, ekstremisme kekerasan, dan setiap bentuk keburukan yang merusak harmoni dan kedamaian hidup bersama. Forum Titik Temu  ini mengambil tajuk “Persaudaraan Insani, Hidup Damai, dan Hidup Berdampingan”.
“Forum ini lahir karena adanya keprihatinan kami bersama, baik sebagai bangsa Indonesia maupun sebagai warga dunia. Keprihatinan atas situasi intoleransi, eksklusivisme dalam beragama, terorisme, ujaran kebencian, merebaknya hoax dan fitnah, serta politik aliran yang makin menguat,” ujar Muhamad Wahyuni Nafis, Ketua Nurcholish Madjid Society dalam pembukaan Forum Ritz Carlton hotel, Jakarta (10/04).
Menurut Alissa Wahid, Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian, forum ini penting untuk menyampaikan pesan bahwa masalah terbesar kita adalah kebencian, bukan karena perbedaan. “
Di era dunia mengglobal ini, kita tak dapat menghindari keberagaman dalam hidup bersama. Kebencian antar kelompok akan membawa kehancuran, dan harus kita atasi dengan membangun jembatan-jembatan persaudaraan, dengan terus memupuk kepercayaan dan toleransi antar sesama. Selalu ada ruang hidup bersama dalam persatuan dan kedamaian,” tandas Alissa Wahid.
Dalam kesempatan itu pula, Prof. Syafii Maarif juga mengingatkan kita semua, apalagi di era politik seperti Pilpres 2019 yang tinggal menunggu hari untuk terus menjadi orang waras dan menggunakan agama sebagai spirit untuk berpikir jauh ke depan dan menolak upaya perusakan yang dilakukan oleh politisi culas yang justru hanya memanfaatkan agama untuk kepentingan sesaat.
“Agama itu membangun peradaban, bukan kebiadaban,” tutur Prof Syafii Maarif.
Tentu saja, apa yang dikatakan oleh beliau patut untuk diketengahkan mengingat belakangan awan gelap kebencian seolah menaungi dunia. Terbukti dengan adanya penyerangan berbasis kebencian berbasis agama dan etnisitas yang seolah terus meningkat. Mulai dari peristiwa Christchurch di New Zealand hingga yang terjadi di Belanda beberapa waktu lalu.
Forum Titik Temu ini merupakan awal dari pertemuan-pertemuan antar pemuka agama untuk kembali menegaskan betapa agama merupakan salah satu fondasi penting untuk perdamaian.  Forum ini ini sendiri diinisasi oleh beberapa lembaga yang peduli terhadap bangsa dan merupakan jejak dari para pemikir seperti Nurcholish Madjid Society, Maarif Institute, Wahid Foundation, Jaringan Gusdurian, dan Yayasan Terang Surabaya.
Sejumlah tokoh hadir dan menyampaikan pesan perdamaian memberikan pidato antara lain Tokoh Muhammadiyah dan Pendiri Maarif Institute, Ahmad Syafii Maarif, tokoh agama perempuan yang juga istri almarhum KH Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, dan tokoh perempuan yang juga istri almarhum Nurcholish Madjid Omi Komaria Madjid dan lain-lain.
DEDIK PRIYANTOEditor dan Jurnalis. Menulis buku-buku keislaman seperti Kisah 25 Masjid (2017), Inspirasi Guru Kehidupan II (2016) Cara Mengunjungi Surga (2013) dan lain-lain. Blog pribadi www.dedik-priyanto.com. Pesantren Attanwir, Bojonegoro, Jawa Timur.

Selasa, 26 Maret 2019

Lima Tanda Sikap Berlebihan dalam Beragama yang Patut Kamu Hindari

Setiap hal yang berlebihan adalah tidak baik. Selain Islam melarang berlebihan dalam makan dan minum, Islam juga melarang sikap berlebihan dalam beragama (ekstrim). Hal ini jelas termaktub dalam QS. Al-An’am ayat 141.
وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (141)
“Dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, dan jangalah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam urusan zakat, yang termasuk bagian dari agamapun, kita dilarang untuk berlebih-lebihan.
Lalu apa saja tanda-tanda orang yang memiliki sikap berlebihan dalam beragama?
Menjawab hal ini, Yusuf Al-Qaradhawi dalam al-Shahwah al-Islamiyah  baina al-Juhud wa al-Tatharruf menyebutkan setidaknya ada lima tanda seseorang telah bersikap berlebihan dalam beragama.
Pertama, fanatik pada satu pendapat dan tidak mengakui pendapat yang lain.
Tanda pertama ini adalah tanda pertama yang paling mencolok di antara tanda-tanda yang lain. Orang yang sudah memiliki sifat ini selalu merasa bahwa pendapat yang ia ikuti paling benar di antara pendapat-pendapat yang ada. Orang-orang seperti ini tidak pernah memberikan ruang diskusi kepada orang lain. Karena bagi mereka tetap saja yang paling benar adalah pendapat mereka.
Yang paling mengherankan, menurut Al-Qaradhawi, orang-orang seperti ini sering memfatwakan ijtihad-ijtihadnya dalam masalah agama yang sulit kita mengerti dan mengajak orang untuk mengikuti fatwannya. Namun saat ada ulama spesialis yang memiliki pendapat berbeda dengan fatwanya tetap ia tolak. Walaupun keilmuannya jauh di bawah ulama spesialis ini.
Mereka sering kali menganggap orang yang berbeda dengan berbagai tuduhan. Seperti bidah, menistakan agama, kufur, sesat dan julukan-julukan tak layak yang lain.
Kedua, sering mewajibkan sesuatu yang tidak pernah diwajibkan oleh Allah Swt.
Orang-orang yang memiliki sikap berlebihan dalam beragama seringkali mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh agama. Sering kali mengajak orang lain melakukan hal yang sulit, padahal agama telah menyediakan hal yang mudah.
Padahal Rasulullah Saw bersabda, “Mudahkanlah dan jangan menyusahkan, berikanlah kabar gembira dan jangan menyusahkan.” Selain itu, tidaklah Rasulullah Saw diberikan dua pilihan kecuali beliau memilih hal yang paling mudah di antara pilihan tersebut.
Dalam sejarahnya Rasul pernah marah besar kepada Imam shalat yang membuat jamaahnya meninggalkan masjid gara-gara ia terlalu panjang membaca surat dalam shalat. Di sisi lain, Rasul meringankan bacaannya ketika mendengar ada seorang anak kecil yang sedang menangis. Rasul takut lamanya shalat yang ia lakukan memberatkan si ibu yang sedang shalat tersebut.
Di masa sekarang, banyak sekali orang-orang yang mewajibkan urusan yang tak pernah diwajibkan oleh Allah Swt., seperti mewajibkan orang lain memilih calon yang dikehendakinya. Padahal Allah maupun Rasul tidak pernah mewajibkan hal itu.
Al-Qaradhawi menyebutkan bahwa cukup bagi seorang muslim untuk mengerjakan perkara wajib dan menjauhi dosa besar. Lalu apa saja perkara wajib tersebut?
Seorang Arab Badui pernah bertemu dengan Rasul dan menanyakan satu hal: Apa yang menjadi kewajibannya sebagai muslim? Rasul pun menjawab bahwa yang menjadi kewajibannya adalah menunaikan shalat lima waktu, membayar zakat dan berpuasa Ramadhan. Ketika Rasul ditanya kewajiban lain selain tiga hal itu, Rasul hanya menjawab: tidak ada, kecuali ia mau mengerjakan perkara yang sunnah.
Nah selama orang tersebut masih mengerjakan hal-hal yang diwajibkan dan tidak melakukan dosa besar, jangan sampai disebut sebagai penista agama atau bahkan kafir, apalagi jika hanya berbeda pilihan politik.

Ketiga, bersikap keras dan kasar juga menjadi tanda berlebihan dalam beragama.
Allah Swt mengajak kita agar mengajak atau berdakwah dengan cara yang halus nan bijaksana. Namun sekarang ada beberapa orang yang mengatasnamakan sebagai pejuang Islam tapi sama sekali tidak sesuai dengan ajaran berdakwah ala Islam.
Rasul Saw sendiri disifati dalam Al-Quran sebagai orang yang halus lembut, penuh kasih sayang, dan bukan bersifat kasar dalam Q.S al-Taubah: 128.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri; berat terasa olehnya  penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, sangat belas kasih dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.”
Lalu, ada seorang ustad gadungan yang mengatakan bahwa Rasul memang halus, tapi ketika ada orang yang menghina agamanya beliau angkat senjata, benarkah demikian?
Al-Quran sama sekali tidak pernah memerintahkan sikap keras kecuali dalam dua tempat. pertama, dalam suasana perang menghadapi musuh. Tentu ini hal maklum. Karena situasinya dalam peperangan; kedua, dalam pelaksanaan sanksi hukum.
Keempat, sering berburuk sangka dan gampang menuduh.
Salah satu sifat yang gampang ditebak dari seorang yang memiliki perilaku ekstrim dalam beragama adalah gampang menuduh orang lain, menyembunyikan kesalahan sendiri dan membesar-besarka kesalahan orang lain.
Orang ekstrim ini selalu saja menuduh orang yang bertentangan dengan pendapat mereka, selalu dituduh kafir, maksiat atau bidah. Kalau zaman sekarang, mungkin tuduhannya bergeser, menjadi liberal, syiah, komunis, dan lain sebagainya.
Menurut Al-Qaradhawi, mereka bahkan tidak segan-segan menuduh orang yang sangat dipercaya kredibilitasnya tentang agama, seperti ulama, juru dakwah, dan pemikir Islam dengan tuduhan-tuduhan seperti disebutkan di atas.
Kelima, mudah mengkafirkan orang lain.
Sikap berlebihan atau ekstrim ini mencapai puncaknya ketika sudah dalam kondisi mudah mengkafirkan orang lain, apa lagi sampai menghalalkan darah orang lain.
Al-Qaradhawi menyebutkan, hal seperti inilah yang terjadi pada orang-orang Khawarij. Mereka adalah orang-orang yang sangat ketat dalam melaksanakan berbagai macam ritus keagamaan, mulai shalat, puasa, membaca Al-Quran, dan beberapa peribadatan yang lain. Namun mereka menghalalkan darah orang lain yang tidak sependapat dan berbeda dengan mereka.
Padahal Rasul Saw telah mewanti-wanti kepada umatnya agar tidak mudah mengucapkan kata ‘kafir’ kepada saudaranya, “Siapa yang mengatakan kepada saudaranya (sesama muslim) dengan ucapan “Hai kafir!” maka berlakulah perkataan itu bagi salah satu dari keduanya. Jika tuduhan itu tidak terbukti, maka tuduhan itu kembali kepada orang yang mengatakannya.”
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim yang baik, seharusnya kita berhati-hati dan menghindari lima hal di atas agar tidak menjadi bagian dari kelompok yang memiliki sikap berlebihan (ekstrim) dalam beragama. Karena selain mengikuti perintah Allah, meninggalkan hal-hal di atas juga memiliki kemaslahatan bagi kehidupan beragama dan bermasyarakat kita.
Wallahu A’lam.

Islami.co

Kamis, 14 Maret 2019

MELAWAN RADIKALISME DI MEDIA SOSIAL




Sumber Twitter
Sumber Twitter
JAKARTA, Indonesia — Belajar teknologi sambil belajar Islam yang damai. Kita bisa menemukan beragam artikel terkait dua topik itu jika masuk ke laman www.jalandamai.org.
Ada trik bagaimana menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari dan ada juga kisah penganut Islam di Pulau Kabung, Kalimantan. Di situs ini juga ada kutipan mantan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid di halaman profil, “Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.”
Pengelola juga mengunggah sejumlah video bagaimana anak muda memahami Islam. Ini salah satunya videonya.
Situs jalandamai.org dibuat atas kerja sama antara Universitas Surya pimpinan Yohanes Surya dengan Badan Nasional Penanggulangan Anti Terorisme (BNPT). Mengusung semboyan menjalin “silaturahmi melalui teknologi”, situs yang menyajikan konten positif mengenai pemahaman Islam ini menjadi bagian dari kerja sama riset pemanfaatan teknologi dalam mencegah terorisme antara lembaga pendidikan dan badan yang mengurusi penanggulangan terorisme. Kerja sama ini dimulai November 2014.
“Saat terjadi ledakan Bom Bali 2002, kelompok teroris telah menggunakan sarana teknologi informasi yaitu handphone sebagai media komunikasi dan switching-nya. Padahal saat itu kita belum familiar dengan handphone, tapi mereka sudah menggunakan itu," ujar Kepala BNPT Komisaris Jendral Polisi Saud Usman Nasution.
Teknologi komunikasi menjadi sarana yang dianggap efektif bagi jaringan teroris untuk menyebarkan paham radikal mereka, berkomunikasi di antara sesamanya, termasuk melakukan rekrutmen anggota.
“Kami berharap semakin banyak situs yang menyajikan konten positif tentang pemahaman Islam juga dibuat pihak lain dan disebarluaskan oleh media sosial,” ujar Saud dalam diskusi publik yang diadakan perkumpulan alumni Eisenhower Fellowships di Indonesia, Kamis, 5 Maret 2015.
Selain jalandamai.org, Saud yang pernah menjabat komandan satuan tugas khusus detasemen 88 anti teror di Polri itu juga mengumumkan situs BNPT, yakni www.damailahindonesia.org sebagai situs resmi BNPT.
Penyebaran informasi tandingan mengenai bahaya terorisme serta gerakan radikal yang mengusung agama ini dilakukan untuk menandingi sejumlah situs yang mengkampanyekan berdirinya negara Islam, daulah Islamiyah yang berdasarkan syariah, dan mengajak pendukung untuk mewujudkan hal itu termasuk dengan berjihad dalam bentuk perang. Salah satunya adalah situs al-mustagbal.net. 
Diskusi bertajuk, “Middle East Turmoil, ISIS and Its Impact in Indonesia” itu juga menghadirkan Alwi Shihab sebagai pembicara. Ia adalah mantan menteri luar negeri dan pernah menjabat sebagai utusan khusus mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk wilayah Timur Tengah.
Alwi menjelaskan akar sejarah dan budaya mengapa gerakan yang mengusung paham radikal termasuk yang menyemai aksi teror muncul di negara di kawasan Timur Tengah, dan kemudian menjalar ke tanah air.
“Yang bisa menangkal penyebaran paham radikal itu adalah pendidikan agama. Pengajaran agama selama ini sudah dibuat sedemikian rupa, menggunakan ayat dan hadis yang ada tapi dengan penafsiran implementasi yang salah,” ujar Alwi.
Baik Saud maupun Alwi sepakat bahwa ancaman teror kini makin besar setelah ISIS, atau Islamic State of Iraq and Syria berdiri dan menebar teror yang melibatkan korban warga berbagai negara, termasuk situs peninggalan sejarah islam. Pola ISIS menggunakan ranah internet dan mengisinya dengan beragam propaganda dengan konten multimedia yang dibuat secara profesional, kian meyakinkan untuk membujuk pengikut baru.
Pekan ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo juga mengingatkan bahwa TNI dan Polri perlu bersikap serius dalam pencegahan terorisme. Usai rapat koordinasi antara pimpinan TNI dan Polri yang dipimpin Presiden, Selasa (3/3), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Laksamana (Purn) Tedjo Edhi Purdijanto mengungkap bahwa warga negara Indonesia yang hendak bergabung di ISIS di Suriah menggunakan modus berpura-pura sebagai wisatawan.
Dalam tautan ini, Menko Tedjo mengatakan polisi dan Badan Intelijen Nasional (BIN) sudah memiliki data warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS. Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama Said Agil Siraj pernah menyebut angka 513. Tapi, menilik modus yang diungkap pemerintah yakni pergi dengan visa turis lalu bergabung dan ikut berperang dengan ISIS, tidak mustahil jumlahnya lebih besar.
“Yang berbahaya, berdasarkan pengalaman tahun 1990 dengan mereka yang berjuang di Afghanistan adalah saat mereka kembali. Alumni perang Afghan lantas menjadi motor jaringan Jamaah Islamiyah yang menjadi dalang sejumlah aksi teror di tanah air,” ujar Saud Usman.
Perang melawan teror di dunia maya menjadi semakin sulit karena unsur anonimitas. Pemerintah juga memiliki kesulitan untuk memonitor, termasuk menutup situs maupun akun media sosial yang menebar paham radikal. Panduan membuat alat ledak dan berjihad berserakan di dunia maya.

“Hati-hati jika punya anak yang gemar menutup diri di kamar, atau menyendiri dalam mengakses internet. Kalau dia mengakses konten porno, masih mendingan. Jika yang diakses adalah situs radikal, itu artinya musibah besar bagi keluarga,” kata Abdul Rahman Ayub dalam diskusi di perkumpulan Eisenhower Fellowships.

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat al-Anbiya ayat 107 yang bunyinya, 
21:107 Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadi kasiih sayang bagi sekalian alam.

Islam melarang manusia berlaku semena-mena terhadap makhluk Allah, lihat saja sabda Rasulullah sebagaimana yang terdapat dalam Hadis riwayat al-Imam al-Hakim,

“Siapa yang dengan sewenang-wenang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih kecil darinya, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya”.

Burung tersebut mempunyai hak untuk disembelih dan dimakan, bukan dibunuh dan dilempar. Sungguh begitu indahnya Islam itu bukan?

Dengan hewan saja tidak boleh sewenang-wenang, apalagi dengan manusia. Bayangkan jika manusia memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran islam, maka akan sungguh indah dan damainya dunia ini.
*****
Perdamaian dan hidup damai adalah cita-cita Islam dan prinsip yang telah ditanamkan ke dalam jiwa tiap muslim sejak ia memancarkan sinarnya di atas bumi Allah ini. Perdamaian dan cinta damai sudah menjadi bahagian dari hidup umat Islam dan menjadi bahagian dari aqidah yang duah mendarah mendaging.

Islam sejak diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. menyebarkan benih perdamaian dan mengajak umat manusia hidup damai dan rukun, bebas dari ketakutan dan bayangan peperangan dan pertumpahan darah. Karenanya kampanye perdamaian yang didengung-dengungkan masa kini, bukanlah hal baru dan bukanlah masalah yang asing bagi umat islam.

Arti kata “Islam” Bahwasanya kata “Islam” sebagai nama agama yang diwahyukan kepada Nabi besar Muhammad saw. adalah berpangkal tolak dari kata “Silim” yang berarti damai, cukuplah sebagai tanda betapa agama Islam menjunjung tinggi cita-cita perdamaian dan hidup damaia di antara umat manusia.

Islam dan Salam dua kata yang bertemu dalam pengertian keamanan, ketenteraman dan ketenangan dalam hidup seseorang dan hidup suatu umat. Kata “Salam” pun dalam kamus Islam menjadi salah satu nama Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam, di samping nama-nama lain yang disebut “Asma’ul Husna”.

Nabi Muhammad saw. pembawa risalah islam, adalah juga pembawa bendera damai, karena beliau membawa tuntunan, penerangan, kebaikan dan kebajikan kepada umat manusia. Ia bersabda tentang dirinya;
 إنّما أنا رحمة مهداةد
“Sesungguhnya aku hanya suatu rahmat yang dihadiahkan oleh Allah kepada umat manusia”. Sebagaimana juga difirmankan oleh Allah swt.:

 “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya 107).

Kata “Silim” yang berarti damai berada di tiap ujung bibir orang Islam, diucapkannya pada tiap kesempatan bertemu satu dengan yang lain, diucapkannya pada tiap melakukan shalat lima kali sehari. Karena pemberian salam dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” menjadi sunnah yang harus dilakukan oleh tiap muslim, bila ia bertemu dengan sesama saudara muslimnya, bila ia masuk ke rumah, bila ia melalui suatu kelompok atau jamaah muslimin bahkan di mana saja dan pada kesempatan apa saja harus salam Islam itu dikumandangkan dan disebar luaskan. Bersabda Rasulullah saw.:

 إنّ الله جعل السّلام تحبّة لأمّتنا وأمانا لأهل ذمتنا و "السّلام قبل الكلام"

“Sesungguhnya Allah menjadikan salam sebagai kata sambut menyambut bagi umat kita dan keamanan bagi orang-orang dzimmi kita”. Dan “Berilah salam sebelum berbicara”.

Seorang muslim bila ia berminajat kepada Tuhannya di dalam bershalat, ia wajib memberi salam kepada Nabinya, dirinya dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh. Demikian pula bila ia usai dari shalatnya. Dan dalam medan perangpun jika seorang musuh mengucapkan salam, maka pertempuran harus dihentikan. Firman Allah swt:

“Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya).” (An_nisaa’ 94).

Juga Allah telah menentukan cara salam penghormatan bagi sesama orang mukmin ialah pemberian salam sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Allah berfirman:

 “Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya Ialah: Salam. (Al-Ahzab 44).

Demikian pula para malaikat yang masuk ke tempat orang-orang saleh mengucapkan salam, sebagaimana firman Allah:

“Sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum”. (Ar-Ra’d 23-24).

Tempat hamba-hamba Allah yang diridhaipun disebutnya “Darus-salam” sebagaimana difirmankan oleh Allah:

“ Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga).” (Yunus 25).

“Bagi mereka (disediakan) darussalam (syurga) pada sisi Tuhannya.” (Al-An’am 127). Ahli syurga pun tidak mengucapkan dan mendengarkan kata-kata yang kosong dan tidak berguna. Apa yang didengar hanyalah kata-kata salam. Firman Allah swt:

“Mereka tidak mendengar di dalamnya Perkataan yang sia-sia dan tidak pula Perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar Ucapan salam.” (Al-Waaqi’ah 25-26).

Berulang-ulang disebutnya kata “Salam” dalam Al-Qur’an maupun dalam hadits Nabi dan populirnya kata itu diucapkan oleh bibir tiap muslim dan pada tiap pertemuan, tiap shalat, tiap do’a membangkitkan ingatan orang dan mengarahkan pikirannya kepada prinsip perdamaian yang dijunjung tinggi oleh agama Islam.
CINTA TANAH AIR

Image result for foto cinta tanah air



Cinta tanah air ialah perasaan cinta terhadap bangsa dan negaranya sendiri.Usaha membela bangsa dari serangan penjajahan. Dalam cinta tanah air terdapat nilai-nilai kepahlawanan ialah: Rela dengan sepenuh hati berkorban untuk bangsa dan Negara.
Cinta Tanah Air merupakanpengalaman dan wujud dari sila Persatuan Indonesia yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, sekolah dan masyarakat. Cinta tanah air adalah sama saja rela berkorban demi kepentingan Negara. Memajukan kehidupan bangsa, mencerdaskan diri demi ikut berpartisipasi dalam rangka proses pembangunan tanah air atau negaranya dari Negara yang kecil, berkembang sampai menjadi Negara yang maju. Menghayati arti dari cinta tanah air memanglah bukan masalah yang mudah, perlu kesabaran dan kerendahan hati untuk menjalankan hal tersebut, dikarenakan banyak ancaman dan tantangan yang dapat datang dari mana saja, baik itu dalam diri kita maupun dari luar diri kita, baik itu datang dari dalam negri maupun datang dari luar negri, tetapi asal kita mempunyai tekad yang kuat untuk mencintai tanah air kita tanah air Indonesia dengan sepenuh hati, pastilah kita akan dimudahkan oleh yang Maha Kuasa dalam segala halnya terutama dalam tindakan yang positif. Perlu diingat bahwa mencintai dan menjaga tanah air Indonesia negaranya sendiri dengan sepenuh hati adalah bentuk perbuatan yang merupakan bagian dari iman.

Perlunya cinta tanah air harus ditekankan bagi remaja karena itu akan membangung jiwa cinta tanah airnya pada bangsa ini dan dari perlunya kecintaan kita pada Negara kita nantinya akan membuat Negara kita sendiri menjadi kebanggaan orang lain bahkan orang yang dari Negara lain.
Ada beberapa contoh kasus-kasus yang dapat kita ambil sebagai panutan yang dapat membentuk jiwa kecintaan pada Negara kita sendiri, yaitu ;
Bangga menjadi warga Negara Indonesia, Melestarikan Budaya Bangsa, Menggunakan prodak dalam negeri, Hemat Energi, Mengharumkan Nama Bangsa.
            Wujud cinta sebagai mahasiswa  tanah air adalah dengan mengadakan kegiatan sosial, kegiatan – kegiatan mahasiswa yang bersifat positif : gerakan penghijauan, kebersihan, karya wisata dan lainnya.
Manfaat cinta tanah air :  1. Memberi aman dan damai 2. Pembangunan negara dapat berjalan dengan lancar 3. Pendapatan negara akan meningkat, 4. Meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat karena aman dan damai.
            Cara meningkatkan rasa cinta pada tanah air yaitu : 1) Mempelajari sejarah dan jasa perjuangan para pahlawan pejuang kemerdekaan, 2)Menghormati upacara bendera sebagai perwujudan rasa cinta tanah air dan bangsa, 3)Menghormati simbol – simbol negara seperti garuda, bendera merah putih, lagu kebangsaan indonesia raya, 4) Mencintai dan menggunakan produk dalam negeri agar pengusaha lokal bisa maju, 5) Ikut membela serta mempertahankan kedaulatan kemerdekaan bangsa dan negara

Bagaimana Bisa Agama Kehilangan Akhlak

Tertangkapnya anak muda yang mengancam akan memenggal kepala presiden RI menambah daftar dampak absennya budi pekerti dalam pendidikan k...