Jumat, 29 Juni 2018

Makna Khalifah Dalam Al Quran

BincangSyariah.Com – Sejatinya, khalifah dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja khalafa yang berarti “menggantikan [yang lain]”. Muhammad Asad dalam The Message of The Quranmenafsirkan makna literal ‘pengganti’ ini sebagai simbol keunggulan manusia di atas makhluk lainnya. Dalam Alquran surat 6: 165, 27: 62 dan 35: 39, manusia sering dibicarakan sebagai khala’if al-ardh, yang dalam konteks ayatnya berarti makhluk yang mewarisi bumi Allah dan itu artinya yang akan memiliki dan menguasainya. Karena itu, Asad memaknai khalifah ini sebagai pewaris bumi Tuhan.

Namun problemnya, bagaimana manusia dapat memiliki sekaligus menguasai bumi? Bekal apa yang dimiliki untuk dapat melakukan itu semua? Dalam Alquran 2:31, Allah mengajarkan Adam mengenai asma (nama-nama) yang ada di langit dan di bumi. Asma dalam bahasa Arab berarti ‘pengetahuan [mengenai sesuatu]…seperti substansi, aksiden atau sifat untuk tujuan membedakan (Lane IV, 1435)’. Dalam bahasa filsafat, asma ialah konsep. Dengan demikian ‘pengetahuan mengenai nama-nama’ mengandung arti kemampuan manusia untuk berpikir secara konseptual dan logis.

Adapun Adam di sini merupakan simbol yang menunjukan keseluruhan spesies manusia yang diajari Tuhan mengenai cara berpikir. Dalam bahasa ayat lain, pengajaran nama-nama ini oleh Tuhan disebut juga dengan bayan, kemampuan untuk memilah-milah (distingsi), dan itu artinya kemampuan untuk bernalar dan berfikir dengan baik. Sementara itu, sarana yang menampung cara berfikir ini dalam bahasa Arab disebut dengan aql, lubb, qalb, fu’ad, nuha dan lain-lain yang semuanya itu memiliki arti ‘nalar’. ‘Akal/nalar’ dalam bahasa Arab seperti yang dikemukakan oleh Ibnu al-Mandzhur sering diartikan sebagai ma ya’qiluka ‘an hawaka‘kemampuan yang dapat mencegah diri dari memperturutkan hawa nafsu’.

Adapun menurut al-Azhari dalam kamus as-Sihah, akal diartikan sebagai ma yumayyizu al-khoir min as-syarr, ‘kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk’. Melalui pengertian yang disampaikan oleh Ibn al-Mandzhur dan al-Azhari ini, dapat dikatakan bahwa konsep bernalar dalam Alquran lebih berorientasi pada hal-hal yang bersifat etis-moral. Artinya pemanfaatan akal tidak ditujukan untuk sekadar mengeksplorasi pengetahuan, atau ilmu untuk ilmu, namun juga mengeksplorasi ilmu untuk kebaikan-kebaikan dan mencegah keburukan-keburukan.

Manusia dikaruniai kemampuan ini untuk memiliki dan menguasai bumi. Berkat kemampuannya menalar, manusia dapat mengembangkan pengetahuannya. Inilah yang membedakan manusia dari binatang. Binatang dapat memperoleh pengetahuan, atau paling tidak memperoleh pengenalan akan lingkungannya, tetapi hanya berdasarkan kemampuan instingtif yang dimilikinya. Sebagai pengetahuan instingtif, pengetahuan binatang selalu terbatas pada apa yang secara alami telah terprogram dalam struktur genetisnya. Pada manusia, terbuka berbagai kemungkinan. Berkat pikiran dan daya penalarannya, manusia tidak harus menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan sosial sekitarnya.

Sebaliknya, manusia dapat mengubah lingkungan alam dan sosial sekitarnya ini, di antara makhluk hidup bumi ini, manusia dapat menjadi faktor paling menyebabkan kerusakan ekologis. Tetapi berkat kemampuan berpikir manusia pula yang dapat memilih kemungkinan lain. Seekor kera dapat makan pisang dengan mengupas kulitnya dan meniru gerak-gerik manusia dalam memakannya, tetapi hanya manusia yang dapat mengerti berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan dalam memakan pisang. Bisa langsung dimakan, bisa digoreng, digodok, dibakar; bisa dalam bentuk pisang selai, keripik pisang, roti pisang, kolak pisang dan sebagainya.

Karena itu, agar kerja menjadi pewaris bumi Allah ini dapat berjalan dengan baik, dalam Alquran dianjurkan bahwa manusia harus selalu membaca alam dan kondisi sosialnya  dalam bingkai iqra bismirabbika al-a’la, bacalah atas nama Tuhanmu Yang Maha Luhur. Dengan pencarian pengetahuan yang berdasar kepada nama Tuhan ini, selayaknya kerja pengetahuan apapun tidak akan menimbulkan kerusakan ekologis, kerja mengeksplorasi lingkungan tanpa perlu merusak bumi bahkan bila perlu memakmurkannya sebisa mungkin.

Abdul Aziz

Alumni S2 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) yang pernah nyantri di Darus Sunnah International Institute

#islamispeace #kontranarasi #kontra narasi #TerorisBukanIslam #IslamAgamaDamai #TerorisRusakIslam#mediamuslim.net#bloggerkontranarasi# blogger kontranarasi #

Bagaimana Bisa Agama Kehilangan Akhlak

Tertangkapnya anak muda yang mengancam akan memenggal kepala presiden RI menambah daftar dampak absennya budi pekerti dalam pendidikan k...